Ibu tua itu kaget, ketika suara adzan maghrib sayup-sayup
terdengar. Tak terasa ia baru sadar telah telah lama termenung dan
mengulang-ulang perbuatan itu. Berdiri di pintu masuk, termenung dan menangis.
Aku sudah tua, berdua dengan suamiku yang juga sudah tua.
Berdua di rumah besar yang sudah kusam dan reyot. Berdua menghabiskan hari-hari
panjang yang melelahkan. Untung masih ada detak jam dinding yang lirih menemani
setiap hari dan masih bisa mendengarkan serta bergegas segera ketika suara adzan sholat wajib telah memanggil, untuk
segera menunaikan sholat, tempat mengadu segala permasalahan dan tempat curhat kepada
Alloh, yang bersih dari segala noda.
Hari-hari kulalui dengan sepi tanpa suara berisik anak-anak
dan riang cucu-cucu yang lucu di sampingku. Sepi dan lirih. Kamar-kamar dalam
rumahku kosong tiada berpenghuni, hanya bantal dan guling tua tanpa sarung yang
kadang berantakan jadi sasaran kemarahan tikus-tikus rumahan. Sedih.
Untung Alloh masih menguatkanku, menguatkan hatiku dalam
lantunan dzikir memohon ampun kepada-Nya. Aku masih mendoakan dan terus
mendoakan ke semua anak-anakku, kesehatannya, keselamatannya dan rezekinya, semoga
selalu dimudahkan oleh Sang Kuasa.
Jika dulu, ketika masih lancar usahaku, andaikan aku berfikir
kedepan buat masa depan anak-anakku. Menabung dan menyiapkan bekal buat hari
esok anak-anak, investasi masa depanku. Aku sekarang jadi lebih tenang. Aku sadar, kaya dan miskin adalah garis hidup dari Sang
Kuasa. Tetapi jika dulu aku lebih bijaksana, aku hanya mau memilih untuk berinvestasi masa depan buat anak-anakku daripada adik-adikku.
Aku fikir dengan berinvestasi masa depan menanam kebaikan kepada
adik-adikku, akan berbuah baik terhadap anak-anakku. Tapi ternyata tidak. Dulu ketika
aku masih muda, usahaku lancar dan jaya, sedikit demi sedikit tanpa egois, aku bisa membantu sekolah adik-adikku. Meski aku
tidak berpendidikan, aku harap adik-adikku bisa berpendidikan lebih baik dari
aku. Hingga aku lupa menyiapkan bekal dan menabung demi investasu masa depan anak-anakku.
Aku sadar telah keliru mengambil sikap, aku lalai ternyata investasi masa depanku juga
ada di masa depan anak-anakku, bukan di masa depan saudara-saudaraku atau
adik-adikku. Dan ketika roda kehidupan terus berjalan dan usahaku jatuh, akupun
jatuh tanpa pegangan dan tanpa tabungan. Hingga akupun tak sanggup dan mampu
memberikan pendidikan tinggi kepada anak-anakku. Sungguh menyesal, aku terbuai
dan larut menjadi kakak yang baik buat adik-adikku, hingga tak terfikirkan untuk
menyiapkan bekal investasi masa depan buat buah hatiku dan hanya menjadi orang tua yang sedikit
memberi perhatian akan masa depan anak-anaknya.
Aku segan dan terpaksa meminta kepada adik-adikku, dulu
engkau aku bantu, tolonglah bantu keponakan-keponakanmu ini meniti masa
depannya. Dugaanku salah, aku yang dulu lebih banyak mencurahkan
segenap perhatian buat keberhasilan adik-adikku dan hingga tak terfikirkan akan masa depan
anak-anakku. Ternyata keinginanku agar
anak-anakku dibantu oleh adik-adiku tak pernah di response oleh adik-adikku,
mereka telah sibuk sendiri dengan dunianya, mereka telah lupa dan mungkin
melupakan jasa-jasaku yang telah ikut banyak berperan dalam perintisan investasi masa
depan adik-adikku itu. Aku agak menyesal, jika sekarang mereka-mereka egois dan
tak mengerti perasaanku, membiarkanku terluka dan merana, menunggu janji-janji kosongnya yang manis dibibir saja, akan membantu merintis
masa depan anak-anakku yang tak berujung pasti dan memang janji manis adik-adikku hanyalah kosong melompong...nol.
Biarlah adik-adiku sekarang telah lega menjalani hari-hari
hidupnya, meski dulu aku terpontang-panting membantu merintis investasi masa depannya.
Aku telah lega juga menjalani kewajibanku sebagai kakak yang baik dan penuh
perhatian buat adik-adikku, meski sekarang harus kuakui, aku telah mengorbankan
masa depan anak-anakku, dulu aku lebih terfokus membantu sekolah adik-adiku
hingga lalai menyiapkan bekal buat investasi masa depan anak-anakku yang sejatinya adalah
masa depanku juga.
Biarlah Tuhan yang membalas semua apa yang telah kulakukan,
biarlah adik-adiku menjadi egois dan larut dengan urusannya, dunianya dan keluarga barunya. Aku hanya berdoa
dan terus berdoa, semoga anak-anakku bahagia dengan masa depannya yang sekarang
telah di jalaninya, walaupun tidak seindah yang aku bayangkan dulu. Aku
berharap anak-anakku tidak menjadi orang yang egois seperti adik-adikku, jangan
sampai pernah lupa kepada aku selaku orang tuanya dan semoga tidak pernah marah
kepadaku karena tidak memberi perhatian penuh akan masa depannya.
Andaikan waktu boleh diputar kembali, aku ingin memilih, lebih baik menjadi kakak yang egois dan penuh
perhatian menyiapkan bekal buat masa depan anak-anakku, daripada membantu
adik-adiku, jika sekarang tahu kalau kenyataannya tidak seperti yang aku
harapkan, mengharap balasan baik dari buah yang aku tanam terhadap adik-adikku
yang tenyata hanya janji-janji kosong dan isapan jempol belaka. Dan aku merasa
di abaikan oleh saudara-saudaraku, dianggap ada jika mereka merasa perlu saja
kepadaku.
Anak-anakku, maafkan aku ibumu dan bapakmu, sewaktu usaha ibu jaya dulu, ibu bisa membantu sekolah adik-adik ibu, tetapi akhirnya tidak bisa menyekolahkanmu lebih tinggi. Ibu fikir adik-adik ibu, bisa membantu mendampingi masa depanmu yang lebih baik, tapi ternyata tidak. Dan mereka telah lupa akan jasa-jasa ibu, mereka telah asyik dengan dunianya, mungkin mereka egois dan tidak peduli dengan masa depanmu, anak-anak ibu. Tetaplah tegar, ibu selalu mendoakanmu dan bukan adik-adik ibu yang akan mendoakanmu.
Anak-anakku, maafkan aku ibumu dan bapakmu, sewaktu usaha ibu jaya dulu, ibu bisa membantu sekolah adik-adik ibu, tetapi akhirnya tidak bisa menyekolahkanmu lebih tinggi. Ibu fikir adik-adik ibu, bisa membantu mendampingi masa depanmu yang lebih baik, tapi ternyata tidak. Dan mereka telah lupa akan jasa-jasa ibu, mereka telah asyik dengan dunianya, mungkin mereka egois dan tidak peduli dengan masa depanmu, anak-anak ibu. Tetaplah tegar, ibu selalu mendoakanmu dan bukan adik-adik ibu yang akan mendoakanmu.
Semoga Tuhan lebih adil terhadapku dan anak-anakku. Dan
semoga anak-anakku terus berjuang dengan ridho ikhlas buat masa depannya, aku
hanya mengiringi dengan doa kepada Alloh semata. Karena sesungguhnya masa depan
yang sempurna hanyalah Surganya Alloh. Semoga aku, suamiku dan anak-anakku
dapat mencapainya. Amin .