Rabu, 02 Mei 2012

Advokasi Serikat Buruh dan Masa Depan Buruh Indonesia


24 jam

Mayday sudah berlalu, tidak ada salahnya menulis persoalan mengenai buruh. Bagi buruh Indonesia dan Serikat Buruh, PHK karyawan (massal)  adalah momok yang harus dilawan dengan sekuat tenaga, pikiran dan air mata. Bagi buruh, yang ladang penghidupannya sebagian besar dari tempatnya bekerja, tidak mengharapkan PHK itu terjadi dan menimpa dirinya. Jikapun terjadi PHK karyawan massal, buruh dalam naungan serikat buruh akan bersatu dan berusaha sekuat tenaga, agar PHK tidak terjadi dan berharap dapat dipekerjakan kembali. Akibatnya timbul aksi demo menentang keputusan PHK tersebut.

Proses penyelesaian PHK biasanya berlangsung lama dan dalam kurun waktu yang lama, minimal 4 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, misal : 4 bulan itu, biasanya akan di habiskan buruh dan serikat buruh yang menaunginya, untuk konsolidasi, berunding, berorasi dan ujung-ujungnya menghujat, mencaci –maki pemilik perusahan, Negara asal perusahaan tersebut  serta manajemen perusahaan itu. Ekses dari PHK itu juga akan menghasilkan kelompok local yang pro dan kontra. Kelompok kontra PHK di wakili para buruh dan serikat buruhnya, biasanya mereka dengan bangga menyebut dirinya sebagai “pejuang”.  Kelompok Kontra PHK ini nantinya oleh “pengusaha yang mem-PHK”  akan di “black list” agar tidak diterima bekerja  lagi di perusahaan lain. Sedangkan kelompok pro PHK, diwakili para buruh yang tidak tergabung dalam serikat buruh,  biasanya ada dalam jajaran manajemen perusahaan dan sering dianggap sebagai “pecundang sejati” oleh para buruh/serikat buruh. Dan kelompok Pro ini biasanya tidak masuk dalam daftar “black list”.

Sayang sekali, waktu (proses penyelesaian kasus PHK) yang cukup berharga itu , seharusnya bisa digunakan untuk melahirkan wirausahawan sukses/entrepreneur baru, hanya di gunakan untuk menguras energy,  hujat menghujat, ancam mengancam,  berorasi, berdemo, menghitung berapa besaran pesangon yang akan diterima, akankan di pekerjakan kembali di perusahaan lama atau akankah dapat bekerja lagi di perusahaan lain. Seharusnya di struktur organisasi Serikat buruh ada divisi entrepreneur yang didalamnya menangani “entrepreneur coaching clinic”, maka ketika timbul masalah PHK massal yang tentunya akan melahirkan “ratusan pengangguran baru”, divisi ini akan hadir menyiapkan mental, mengadakan pelatihan kewirausahawan  para korban PHK ini menuju dunianya yang baru, yang tentunya bersinergi dengan divisi advokasi di serikat buruh tersebut.  Hal ini penting untuk di lakukan, karena keputusan PHK massal biasanya bersifat final tidak bisa diganggu gugat, juga mengingat sebagian korban PHK, sejatinya mereka ini telah terbiasa bekerja untuk orang lain, dengan adanya divisi entrepreneur, bagaimana mengubah mindset dan paradigma lama menjadi pribadi yang siap menerima keputusan PHK dan bagaimana mengelola pesangon yang diterima dengan cermat.

Korban PHK, jika pengusahanya berbaik hati, akan menerima pesangon wajar, tergantung proses negosiasi win win solution kedua belah pihak, antara pengusaha dan buruh yang diwakili oleh serikat buruh. Dan korban PHK ini dalam waktu singkat akan menjadi OKB (orang kaya baru) yang  hidup konsumtif dan dalam waktu teramat cepat uang pesangonpun  yang diterima akan habis pula. 

Maka sangat diperlukan suatu divisi entrepreneur selain divisi advokasi dan divisi-divisi lain dalam struktur organisasi serikat buruh. Boleh memperjuangkan hak-hak buruh yang terabaikan, silakan mengadvokasi membela para buruh anggotanya yang di PHK “all out “ habis-habisan, tetapi alangkah baiknya peduli akan masa depan anggotnya selepas di PHK , memberi pendampingan pelatihan berbisnis, pelatihan berwirausaha bagi para anggotanya, yang secara tidak langsung menyiapkan anggotanya untuk menjadi pengusaha sukses Indonesia, bukan selamanya menjadi buruh. Karena jika menjadi pengusaha, tentunya akan membuka lapangan kerja baru. 

Serikat Buruh, apakah selamanya mengharapkan anggotanya menjadi buruh? Sudah saatnya berubah dan mengubah mindset lama. Buruh yang tidak sekedar buruh, tapi buruh yang siap menjadi pengusaha.