Kamis, 14 Juni 2012

fakta unik Indonesia : Egois Pecundang sejati?


fakta unik Indonesia :

Udah Bayaran Sekolah,”
“Belum Mbak,”
“Udah dapat kiriman dari Jakarta,’
‘’Belum Mbak,’’
“Ya udah, ini bawa buat bayaran sekolah, kalo kiriman dari Jakarta datang buat kamu saja,”
“Makasih mbak,’’
Atau,
“Mbak, aku belum bayaran sekolah dan harus bayar ini itu,’’
“Ya udah, ini bawa aja.’’

Percakapan ini begitu terus dan berulang-ulang setiap bulan.
Dan ketika kuingat percakapan ini, tak terasa air mataku meleleh tanpa kusadari.

Aku tak tega, adik-adikku kesulitan membayar uang sekolahnya.
Mumpung aku mampu membantu dan ikhlas kenapa aku harus egois.
Tapi ketika kegiatan usahaku mulai menurun dan anakku mulai butuh biaya sekolah, adik-adikku seakan tak peduli dengan keadaanku. Aku sadar, aku tak harus bisa memaksanya. Mungkin kehidupan Jakarta telah membuat adik-adikku menjadi pribadi-pribadi yang egois dan serba sayang untuk mengeluarkan uang. 

Demi adik-adikku yang masih sekolah dan ibuku yang janda, aku rela tidak menyiapkan tabungan untuk bekal masa depan anak-anakku. Aku justru terlena dalam kehanyutan membantu ibuku yang janda dan adik-adikku yang masih membutuhkan biaya sekolah. 

Dan ketika kegiatan usahaku menuju ke titik nadir, tak ada sepeser tabunganpun untuk persiapan anakku kuliah. Aku kasihan pada anakku, kepandaian yang dia miliki tak aku fasilitasi dengan pendidikan tinggi. 

apa akupun  harus menjadi pecundang sejati yang harus meminta belas kasihan kepada adik-adikku.

“Adik-adikku tolong anakku ini, keponakanmu ini, carikan pekerjaan buatnya, aku tak sanggup membiayainya kuliah.’’
“Ya mbak.’’

Aku senang dengan jawaban itu dan kuanggap sebagai janji. Tapi…..

Hingga waktupun berjalan menginjak tahun kedua, sedang pertolongan dan janji itu tak pernah ada. 
Ternyata kebaikanku yang dulu aku berikan pada adik-adikku tak berbalas pada anakku. 

2 tahun itu, anakku kuliahpun tidak apalagi mendapat pekerjaan, masih mengganggur dan mungkin sudah frustasi.
Aku baru menyadari, adik-adikku tak mau gantian untuk memberi. Mungkin mereka telah sibuk dengan kehidupannya hingga melupakan jasa-jasaku sebagai mbaknya. 

Ya sudahlah, semoga Tuhan saja yang membalas kebaikanku. Mungkin saudaraku telah lelap oleh rasa egois. Aku hanya pasrah dan tak mampu berkata.