Selasa, 03 Juli 2012

Ada Saja Alasan untuk Mangkir dari Pekerjaan


buruh
Buruh pabrik di Indonesia yang rajin bisa dinilai dari prosentase kehadirannya. Dan prosentase kehadiran bisa  menjadi masalah utama yang dihadapi buruh wanita, ketika sudah menikah dan mempunyai anak. Prosentase kehadirannya pasti akan turun. Buruh wanita atau ibu bekerja, yang masih aktif bekerja memang tidak bisa melepaskan status dirinyan sebagai seorang ibu rumah tangga. Bisa dikatakan buruh wanita bisa berprofesi ganda, sebagai buruh pabrik dan juga sebagai ibu rumah tangga.
Ketika masalah di rumah tangga menuntut perhatian lebih, hal ini akan memaksa buruh wanita untuk tidak masuk kerja. Dan sebenarnya masalah kesehatan anak, selalu mendapat perhatian lebih dari para buruh wanita. Anak sakit dan masih butuh belaian perhatian sang ibu, membuat sang buruh wanita, terpaksa untuk kesekian kalinya minta izin untuk tidak masuk kerja. Kecuali jika di rumah ada sang nenek yang bisa membantu menjaga sang cucu, sehingga si ibunya bisa masuk kerja. Walau nantinya di pabrik, tidak bisa full konsentrasi bekerja. Ada juga yang anaknya dititipkan di kampung, diasuh sama neneknya. Sehingga  membuat sang bapak dan si ibu serasa bagai pengantin baru lagi.

Berat memang tugas buruh wanita ketika sudah berkeluarga. Di satu sisi ingin membantu penghasilan suami atau ingin mempunyai penghasilan sendiri  (sehingga bisa beli bedak sendiri, bisa memberi orang tua dari hasil keringatnya sendiri. Dan disisi lain sebenarnya ingin focus kepada pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Mau resign sayang, gaji yang diterima sudah diatas rata-rata. Tidak resign, malah ingin di phk, gara-gara sering mangkir dari pekerjaan, dengan harapan dapat pesangon.
Tapi ketika di rumah sudah harus menuntut perhatian lebih, resign/pengunduran diri  sebagai karyawan, merupakan langkah bijak. Perlu pembekalan ketrampilan setelah resign, sehingga bisa membuka usaha di rumah. Bisnis rumahan jalan, pekerjaan rumah tangga bisa di handle dan kasih sayang tidak terlantar.