Oleh: Prof. Drs Physiol. Dr. Y.S. Santosa Giriwijoyo
fakta Unik Indonesia : Sebelum manusia mengenal listrik, ternyata Allah telah menggelarkan listrik dalam tubuh manusia secara sangat canggih, bahkan sejak dari dihadirkanNya manusia pertama di bumi. Sel-sel dalam tubuh manusia yang jumlahnya lebih dari satu triliun masing-masing mempunyai muatan listrik sebesar 90 mV dengan muatan positif diluar membran sel dan muatan negatif di dalamnya. Bila dapat dibuat hubungan seri dalam masalah listriknya antara satu sel dengan sel yang lain maka memang tubuh manusia mempunyai potensi yang sangat besar dalam menghasilkan tegangan listrik. Misalnya untuk menghasilkan tegangan 220 V (tegangan listrik rumah tangga) diperlukan hubungan seri 2500 sel saja, sedangkan tubuh manusia mengandung lebih dari 1 triliun sel. Apakah hal yang demikian dapat dilakukan dalam tubuh manusia? Entahlah. Tetapi memang ada diberitakan orang dapat menyalakan bola lampu hanya dengan memegang kutub-kutubnya, sehingga kiranya memang bukan hal yang sangat mustahil, sebab bahan bakunya memang telah tersedia dalam tubuh manusia itu sendiri.
Pada sejenis belut yang disebut “Electric eel” (belut listrik), belut ini dapat mengembangkan perbedaan voltase yang cukup besar antara bagian kepala dan ekor, konon sampai 300 Volt, gunanya untuk menyengat lawan atau mangsanya. Hal ini menunjukkan bukti bahwa bukanlah hal yang mustahil bahwa struktur biologik dapat mengembangkan potensial listrik yang cukup tinggi.
Semua alat-alat tubuh manusia dalam menjalankan fungsinya selalu berkaitan dengan masalah listrik ini, khususnya saraf dan otot, termasuk otot jantung.
Penyakit dapat menimbulkan gangguan listrik dalam tubuh, sebaliknya gangguan listrik pada sesuatu alat tubuh dapat menimbulkan gejala penyakit. Misalnya radang (selaput) otak dapat menimbulkan gangguan listrik pada otak sehingga menyebabkan terjadinya kejang-kejang; sebaliknya gangguan listrik pada otak dapat menimbulkan gejala penyakit misalnya epilepsi (ayan). Hal yang sama dapat terjadi baik pada otot maupun pada jantung, misalnya iskemia (kekurangan darah) atau infarct (kematian jaringan) otot jantung dapat menyebabkan gangguan tata listrik jantung, sebaliknya gangguan tata listrik jantung dapat menimbulkan gangguan irama denyut jantung (extra systole).
Sudah sejak lama dunia Kedokteran memanfaatkan peristiwa listrik tubuh ini untuk keperluan diagnostik misalnya pencatatan peristiwa listrik :
otak yang disebut Elektroensefalografi (EEG).
jantung yang disebut Elektrokardiografi (EKG/ECG).
otot yang disebut Elektromyografi (EMG).
Hal tersebut diatas dikemukakan oleh karena ada disebut- sebut bahwa tenaga dalam ditimbulkan sebagai hasil dari pengaturan tata listrik dalam tubuh yang kemudian menghasilkan medan elektromagnetik yang mengelilingi tubuhnya. Bila memang demikian masalahnya maka adanya medan elektromagnetik tersebut diatas tentulah akan dapat dibuktikan berdasarkan hukum-hukum fisika. Contoh : sebuah kumparan kawat listrik yang diletakkan dekat pada sebuah kompas; bila kumparan itu kemudian dihubungkan dengan sumber arus listrik searah (batu batere, accu), maka akan segera terbentuk medan elektromagnetik sekitar kumparan itu. Bersamaan dengan terbentuknya medan elektromagnetik, maka jarum kompas (jarum kompas tiada lain ialah sebuah magnet) akan menunjukkan pergerakan. Makin kuat sumber arusnya makin kuat dan luas medan elektromagnetik yang terbentuk dan makin besar terjadinya pergerakan jarum kompas itu. Demikian juga dalam hal jaraknya; makin dekat letak kompas terhadap kumparan makin besar pergerakan jarum kompas itu yang terjadi. Akan tetapi ada satu posisi tertentu di mana jarum kompas dapat sama sekali tidak bergerak berapapun besar arus listrik yang dialirkan melalui kumparan, yaitu bilamana posisi kumparan kawat itu sedemikian rupa sehingga arah medan elektromagnetik yang dihasilkan kumparan tepat sama dengan arah medan magnetik yang dihasilkan oleh jarum kompas itu.
Sekarang marilah kita tinjau bagaimana bila jarum kompas itu kita ganti dengan jarum baja biasa. Dengan sendirinya jarum itu tidak akan menunjukkan arah utara-selatan dan iapun tidak memperlihatkan pola kepekaan tertentu terhadap adanya perubahan medan (elektro)magnetik yang terjadi di sekelilingnya, misalnya yang berasal dari kumparan tersebut diatas atau yang berasal dari sesuatu magnet lain yang diletakkan di dekatnya. Akan tetapi bila jarum baja biasa itu kemudian kita gosok-gosokkan ke pada sebuah magnet yang lebih besar secara teratur/searah, atau diperam (dimasukkan ke) dalam rongga kumparan itu yang dialiri arus listrik searah dan dibiarkan untuk beberapa waktu, maka jarum baja biasa itu sekarang akan berubah menjadi jarum (yang mempunyai sifat-sifat) magnet dan akan berperilaku sebagaimana halnya sebuah jarum kompas, artinya iapun akan dapat menunjukkan arah utara-selatan dan akan peka pula terhadap adanya perubahan medan elektromagnetik yang terjadi di sekelilingnya.
Jadi apa sesungguhnya perbedaan antara jarum baja biasa dengan jarum (baja magnet) kompas? Perbedaannya terletak pada tata letak molekul-molekul besi baja itu sendiri. Pada besi baja magnet, letak molekul-molekul besi baja itu (molekul besi/baja memang telah mempunyai sifat dasar magnet) sebagian besar atau seluruhnya adalah teratur, artinya kutub-kutubnya terletak pada arah yang sama, sehingga “ke luar” ia dapat mewujudkan dirinya sebagai sebuah magnet. Sedang pada jarum baja biasa arah kutub-kutub molekulnya simpang siur tidak teratur, sehingga “ke luar” ia tidak dapat mewujudkan dirinya sebagai sebuah magnet. Dengan digosok-gosokkan pada sebuah magnet atau diletakkan dalam rongga kumparan yang dialiri arus listrik searah, maka arah kutub-kutub molekulnya dibuat menjadi searah dan berubahlah ia menjadi jarum magnet. Jadi sifat magnet pada dasarnya memang sudah ada pada setiap besi atau baja. Pada besi lunak (bukan baja) sifat magnet tidak dapat bertahan lama oleh karena molekul-molekulnya mudah berputar. Makin keras besi itu, artinya makin baik sifat bajanya, makin lama sifat magnet dapat bertahan, akan tetapi diperlukan waktu yang lebih lama pula untuk proses pembuatan magnetnya. Artinya baja mempunyai potensi menjadi magnet yang lebih baik dari pada besi lunak.
Apa relevansi uraian tersebut di atas dengan tenaga dalam? Masalah tenaga dalam kiranya analog dengan uraian tersebut di atas yaitu bahwa pada dasarnya semua orang mempunyai tenaga dalam, hanya saja tenaga dalam pada manusia biasa yang belum diolah masih dalam arah yang simpang-siur sehingga tidak “muncul ke luar”. Tetapi bila kemudian diolah (melalui olahraga tenaga dalam) dan “dibuka” (oleh orang bertenaga dalam yang telah mampu) dan selanjutnya proses demikian diulang-tingkatkan (diulang dan ditingkatkan) lebih lanjut, maka keadaannya adalah ibarat besi lunak yang secara bertahap diolah menjadi baja dan pada setiap akhir tahap pengolahan diperkuat sifat magnetnya. Demikianlah maka dengan melalui proses yang kira-kira serupa dapatlah dikembangkan tenaga dalam pada seseorang dan jadilah ia kini memiliki tenaga dalam yang “telah mewujud”.
Dalam kaitan dengan proses tersebut di atas, kiranya memang sangat beralasan adanya syarat minimal telah menjalani sekian kali latihan (18x) pada setiap tingkat, sebelum diizinkan mengikuti ujian kenaikan tingkat berikutnya (di”buka” lebih lanjut).Selanjutnya sebagaimana halnya jarum baja yang telah dibuat jadi magnet menjadi peka terhadap hal-hal yang bersifat (elektro)magnetik, maka orang yang “telah” memiliki tenaga dalampun menjadi peka terhadap adanya getaran-getaran yang bersifat tenaga dalam baik yang berasal dari manusia ataupun sumber-sumber lainnya yang bersifat nyata maupun yang bersifat ghaib.
Orang yang sedang di”buka” adalah ibarat jarum baja yang sedang diperam dalam kumparan kawat arus listrik searah atau ibarat sedang digosok-gosokkan ke pada sesuatu magnet agar letak molekul-molekulnya menjadi teratur dan searah, atau dengan perkataan lain arah molekul-molekulnya sedang dibuat menjadi “sinkron”. Demikianlah memang pengertian di”buka” lebih tepat bila diartikan di”sinkron”kan, oleh karena pengertian di”buka” memang sering diasosiasikan ke pada adanya “sesuatu” yang dimasukkan ke dalam diri orang yang di”buka” oleh orang yang mem”buka”, sedangkan sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang dimasukkan oleh yang mem”buka” ke dalam diri orang yang di”buka”.
Antara listrik dan magnet memang terdapat hubungan yang sangat erat yaitu dari listrik dapat dibuat magnet dan sebaliknya dari magnet dapat dibuat listrik, sehingga kiranya bukanlah hal yang sangat mustahil bila ada teori yang mengatakan bahwa tenaga dalam adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh seseorang yang telah berhasil men”sinkron”kan sumber-sumber listrik didalam dirinya melalui olahjiwa dan olahraga tenaga dalam. Bila teori tersebut di atas dapat diterima, maka masalah selanjutnya ialah bagaimana mekanismenya maka orang yang bermaksud jahat akan terpental oleh pengaruh tenaga dalam orang yang akan diserangnya ?
Telah dikemukakan bahwa semua aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia berhubungan dengan peristiwa listrik. Penyerang dengan emosinya yang berkobar dan maksud jahatnya untuk mencelakakan yang akan diserang, akan mempolakan cara menyerang dalam otaknya dan kemudian mewujudkannya dengan pengerahan kekuatan otot yang cukup besar. Kesemuanya ini berkaitan dengan peristiwa listrik dalam tubuhnya. Makin kuat emosinya dan makin keras upayanya untuk mencelakakan makin besar terbangkitnya peristiwa listrik dalam tubuhnya. Pembangkitan peristiwa listrik dalam tubuh yang diluar kebiasaannya ini akan menghasilkan gelombang elektromagnetik yang berbeda arah dengan gelombang elektromagnetik orang bertenaga dalam yang akan diserang, akibatnya ialah gelombang elektromagnetik penyerang mengalami perubahan (terinduksi), dengan akibat lebih lanjut menjadi kacaunya peristiwa listrik dalam tubuhnya, dengan akibat lebih lanjut lagi yaitu menjadi kacaunya gerakan menyerangnya, yang wujudnya ialah menjadi terpentalnya penyerang tersebut. Keadaannya kiranya sama dengan jarum kompas yang didekatkan dengan letak yang tidak sesuai dengan arah gelombang elektromagnetik kumparan tersebut di atas, yang akan menyebabkan jarum kompas itu bergerak.
Bila orang yang diserang tidak mempunyai tenaga dalam, peristiwa tersebut di atas tidak akan terjadi oleh karena orang yang tidak mempunyai tenaga dalam tidak memancarkan gelombang elektromagnetik. Lalu pertanyaan berikutnya ialah : Mengapa bukan orang yang bertenaga dalam yang mental oleh pengaruh gelombang elektromagnetik orang yang menyerang? Hal itu pada umumnya tidak akan terjadi oleh karena orang yang akan diserang biasanya berada dalam posisi tubuh yang lebih stabil dan akan lebih baik lagi bila orang itu juga berada dalam kondisi emosional yang tenang. Di samping itu gelombang elektromagnetik orang yang bertenaga dalam adalah lebih besar, sudah mapan dan mantap (selalu ada) dibandingkan dengan gelombang elektromagnetik “bangkitan sewaktu” dari orang yang sedang beremosi. Makin besar tenaga dalam yang dimiliki orang yang akan diserang, makin tebal selubung gelombang elektromagnetiknya, sehingga semakin sulit bagi penyerang untuk mendekati orang yang akan diserangnya. Ibaratnya jarum kompas (apalagi jarum kompas “bangkitan sewaktu”) tidak akan mampu menggerakkan besi magnet dan semakin besar magnet itu maka jarum kompas yang didekatkan kepadanya sudah bergerak walaupun jaraknya masih jauh.
Kalau orang tersebut tidak bermaksud menyerang, sekalipun ia mengerahkan kekuatan otot yang cukup besar, gerakannya tidak akan menjadi kacau oleh karena arah gelombang elektromagnetiknya searah dengan gelombang elektromagnetik orang yang mempunyai tenaga dalam tersebut. Keadaannya sama dengan jarum kompas yang terletak dekat pada kumparan kawat dengan arus listrik searah dengan posisi sedemikian rupa sehingga arah gelombang elektromagnetik kumparan sama dengan arah gelombang magnetik jarum kompas itu, sebagaimana telah dikemukakan dibagian depan. Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana bila si penyerang itu juga bertenaga dalam? Nah perlu diketahui bahwa sesama tenaga dalam adalah gelombang elektromagnetik yang searah sehingga tidak akan saling berbenturan. Yang akan berbenturan ialah gelombang elektromagnetik “bangkitan sewaktu” hasil dari luapan emosi seseorang terhadap gelombang elektromagnetik tenaga dalam orang lain.
Perlu diingat pula bahwa orang-orang bertenaga dalam Satria Nusantara adalah (haruslah) orang-orang yang mampu mengendalikan diri (latihan pengendalian 1 s/d 10), sabar dan selalu ingat ke pada Allah (dzikir), karena sesungguhnya Allah maha Penyabar. Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana orang yang bertenaga dalam dapat menjadi peka dan dapat mendeteksi kehadiran makhluk halus? Untuk menjelaskan hal ini diperlukan sedikit ulasan yang masih bersifat hipotetis. Awal dari hipotesa ini mengacu kepada apa yang dikemukakan oleh Pembina Utama Satria Nusantara pada waktu diselenggarakan diskusi Ilmiah dalam rangka pemusatan latihan Nasional di Denpasar Bali. Dalam kesempatan diskusi itu ada dikemukakan antara lain bahwa mahluk halus tidak boleh di”tembak”, sebab kalau ditembak dia akan hancur tetapi tidak mati dan mungkin akan menjadi dendam kepada kita atau anggota keluarga kita.
Terhadap kita yang mempunyai tenaga dalam memang tidak ada masalah, akan tetapi terhadap anggota keluarga kita yang tidak memiliki tenaga dalam dapat menjadi masalah. Kemudian pada suatu kesempatan yang lain Pembina Utama pernah pula menceriterakan kepada penulis akan adanya seorang anggota SN yang di”adu” kepekaannya dalam mendeteksi adanya sesuatu mahluk halus dengan sebuah alat elektronik yang dimiliki seorang warga negara Barat. Dalam peristiwa itu diceriterakan bahwa mula-mula anggota SN itu lebih dahulu mendeteksi di mana ada mahluk halus, kemudian pada tempat-tempat di mana menurut Anggota SN itu ada mahluk halus lalu alat elektronik itu diarahkan ke tempat itu. Ternyata pada tempat-tempat di mana menurut anggota SN itu ada mahluk halus, alat elektronik itu “hidup”, sedangkan pada tempat-tempat yang menurut anggota SN itu tidak ada mahluk halusnya, alat elektronik itu tidak mau “hidup”.
Selanjutnya kita juga sudah mengetahui bahwa tenaga dalam dapat dipancarkan, dan bahkan dapat dipindahkan, dapat dipergunakan untuk “memagari” sesuatu benda atau ruangan tertentu. Bila pancaran itu diarahkan pada seseorang yang peka, maka ia dapat merasakan berbagai sensasi, misalnya rasa suhu (panas atau dingin). Pancaran suhu (panas) misalnya dari api unggun atau dari matahari memang merupakan pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu. Kita memang juga mengenal alat elektronik rumah tangga yang menggunakan gelombang elektromagnetik micro (micro wave oven) yang dapat memanaskan makanan dalam waktu yang sangat singkat. Juga kita kenal alat kedokteran elektronik untuk fisioterapi yang disebut alat UKG = ultra korte golf (ultra short wave) yang juga memberikan rasa panas. Ini sekedar contoh bahwa memang ada juga gelombang elektromagnetik yang menghasilkan panas tanpa dapat dilihat pancaran cahayanya oleh manusia (pada umumnya).
Selain itu dari informasi yang diberikan oleh manusia Kirlian yaitu manusia yang dikaruniai kelebihan sehingga dapat melihat cahaya-aura, dikemukakan bahwa orang bertenaga-dalam itu mengeluarkan cahaya dan bahwa cahaya itu berubah warna maupun kekuatan pancarannya, tergantung pada perubahan niat atau maksud pemancar tenaga dalam yang bersangkutan.
Selain itu, dalam rangka Semiloka Pengobatan Tenaga dalam di Surabaya tgl 5-6 Desember 1992 yang lalu, yaitu pada waktu penulis mengikuti sidang kelompok I yaitu kelompok yang mencoba mengidentifikasi apa itu Tenaga Dalam, seorang peserta dalam kelompok itu mengemukakan bahwa ia dapat menidurkan seseorang yang berada di Jakarta dari tempat tinggalnya di luar Jakarta, setelah orang itu diinterlokal dulu untuk siap menerima getaran gelombang yang dikirimkannya. Kemudian yang bersangkutan menelpon lagi ke Jakarta untuk mengecek dan ternyata memang orang itu tertidur. Kemudian dari jarak jauh itu pula orang itu lalu dibangunkan dan sekali lagi dicek melalui telepon interlokal dan ternyata orang itupun menjadi bangun kembali.
Menurut informasi yang pernah penulis dengar, hal serupa juga sudah dilakukan oleh Pembina Utama bila mem”buka” angkatan pra-dasar di Negeri Belanda, juga setelah lebih dahulu melakukan hubungan telepon Internasional untuk menyesuaikan waktu dan menentukan saat acara pem”buka”an termaksud. Demikianlah maka dalam hal ini terjadilah hubungan seperti apa yang seringkali dikemukakan oleh Pembina Utama SN yaitu adanya hubungan sebagaimana halnya pemancar dan penerima. Artinya harus ada kesesuaian dari penerima terhadap macam dan saat getaran dikirimkan oleh si Pemancar. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, di dalam tubuh manusia memang terdapat sumber listrik. Dengan adanya sumber listrik maka memang dapat dibuat pemancar maupun penerima. Demikianlah maka menusia memang dapat membuat dirinya menjadi pemancar maupun penerima tergantung pada apa yang menjadi niatnya pada waktu itu.
Jadi apa yang dapat disimpulkan dari berbagai informasi tersebut di atas ? Dari informasi-informasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Tenaga Dalam adalah : suatu getaran atau gelombang elektromaganetik,
dapat dipancarkan atau di”tembak”kan, pancarannya dapat dirasakan sebagai rasa suhu (panas atau dingin),dapat meng”gumpal” seperti halnya awan dan/atau dapat di”rentangkan” mengelilingi suatu benda, mahluk hidup atau suatu wilayah tertentu, dapat di”huni” oleh mahluk halus, artinya bahwa mahluk halus itu sebenarnya juga memerlukan “jasad” dan jasad itu ialah berupa “segumpal” gelombang elektromagnetik sehingga dapat dideteksi oleh orang-orang bertenaga-dalam dan bahkan oleh alat elektroniknya orang Barat tersebut di atas, gelombang elektromagnetik tenaga dalam dapat berubah-ubah panjangnya sesuai dengan niat yang bersangkutan, sehingga warna cahaya yang dipancarkannya akan berubah sesuai dengan panjang gelombangnya, karena sesungguhnya cahaya adalah juga gelombang elektromagnetik. Namun perlu diingat bahwa spektrum (panjang gelombang) warna cahaya tenaga dalam ini berada di luar spektrum warna cahaya biasa, sehingga hanya dapat dilihat oleh manusia- manusia Kirlian, gelombang getaran tenaga dalam dapat dipancarkan dan dapat diterima dari jarak jauh.
Hal ini lebih mencerminkan lagi bahwa gelombang getaran tenaga dalam adalah gelombang elektromagnetik yang frekuensinya, jadi berarti panjang gelombangnya dapat diubah-ubah tergantung pada apa yang menjadi niat dari “pemancar”nya, seperti halnya gelombang elektromagnetik siaran radio dan/atau televisi.
Demikianlah maka orang-orang yang rajin melakukan shalat, shalat tahajud serta berdzikir secara khusyu’ yang merupakan wujud adanya pemusatan pikiran yang sungguh-sungguh, dan juga yang dilakukannya sewaktu melakukan latihan SP-SN, sangat tidak mustahil bila ia juga dapat ikut menyadap dan menyerap pancaran- pancaran tenaga-dalam yang lazim disebut sebagai pancaran-pancaran tenaga kosmis yang bertebaran di alam semesta ini. Namun tenaga macam apa yang akan diperolehnya tentu saja akan tergantung kepada apa yang menjadi niatnya, karena niat ini pula yang akan menentukan panjang gelombang (jenis) tenaga dalam yang akan terserap. Ibaratnya : Antara Pemancar dan Penerima harus berada pada panjang gelombang yang sama.
Akan tetapi tidak semua jenis getaran (panjang gelombang) Tenaga Dalam dapat diterima dan/atau dipancarkan oleh seseorang, karena hal ini ditentukan oleh kualitas masing-masing orang, yang merupakan ciri bawaan orang seorang. Karena itu berniat dan berdoalah secara khusyu’ sebelum setiap melakukan latihan SP-SN karena hal ini memang sangat perlu dilakukan. Dan selanjutnya berdzikirlah dalam jurus-jurus sekuat kemampuan konsentrasi kita agar kita dapat menyerap sebanyak mungkin getaran-getaran Tenaga Dalam di alam semesta karunia Allah bagi kita. Sedangkan mengenai apa yang akan kita peroleh dan seberapa banyak kita akan memperoleh kelebihan-kelebihan itu dari orang lain, sesungguhnya Allah yang menentukan. Karena itu berserah-dirilah kepadaNya, karena sesungguhnya Ia maha kuasa atas segala-galanya.
Demikianlah sedikit informasi tentang masalah listrik dalam tubuh manusia serta analisa sederhana yang berhubungan dengan teori yang mengatakan bahwa Tenaga Dalam adalah gelombang elektromagnetik dan bagaimana kaitannya dengan peristiwa faal dalam tubuh, sekiranya memang benar Tenaga Dalam itu berhubungan dengan masalah listrik dalam tubuh dengan medan elektromagnetiknya. Apakah memang demikian masalahnya? Entahlah, mudah-mudahan ada ahli-ahli bersangkutan yang berminat untuk membuktikannya. Tenaga Dalam menurut analisa Ilmu Faal (dari sudut Medis-Fisiologis) adalah : ketegaran, ketahanan dan vitalitas sel-sel tubuh, yang diperoleh melalui mekanisme pelatihan yang bersifat hypoxic-anaerobic dari Seni Pernafasan Satria Nusantara.
Dengan semakin tegar, tahan dan vitalnya sel-sel tubuh, maka kondisi bio-listrik setiap sel pun menjadi semakin kuat dan stabil. Demikianlah maka bermula dari adanya listrik di dalam tubuh yang memang secara ilmiah telah dapat dibuktikan keberadaannya, dapatlah kemudian “dikembangkan” Tenaga Dalam yang secara teoritis merupakan getaran (gelombang) elektromagnetik yang mempunyai sifat-sifat sebagaimana telah dikemukakan (dihipotesakan) tersebut di atas. Dengan semakin berlanjutnya latihan yang dilakukan, maka Tenaga Dalam yang dapat dikembangkan pun menjadi semakin kuat. Akan tetapi ada satu hal sangat penting yang selalu harus dilakukan dan karena itu tidak boleh dilupakan yaitu : niat dan konsentrasi, karena inilah yang akan menentukan kadar peningkatan Tenaga Dalam yang akan diperolehnya.
Demikian pula dalam hal memanfaatkan Tenaga Dalam, maka niat dan konsentrasi pula yang akan menentukan kadar keberhasilannya. Misalnya pemanfaatan Tenaga Dalam untuk membuat pagar/perlindungan dan atau untuk penyembuhan. Oleh karena itu dalam setiap latihan Olah Tenaga Dalam, maka niat pada setiap mengawali dan konsentrasi selama melakukan latihan sangat perlu untuk selalu ditekankan, oleh karena sesungguhnya untuk dapat melakukan niat yang berlanjut pada konsentrasi, apalagi yang berlangsung lama, memerlukan pula latihan-latihan khusus. Hal ini tentu saja sangat penting bagi mereka yang ingin memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari latihan yang dilakukannya.
Latihan (gerakan-gerakan) nafas duduk dan latihan (gerakan-gerakan) jurus merupakan olahraga, sedangkan latihan (membiasakan diri) berniat pada setiap mengawali sesuatu kegiatan (latihan) dan berkonsentrasi yang menyertainya selama melakukan latihan merupakan olahjiwa. Oleh karena itu maka Olah Seni Pernafasan Satria Nusantara memang adalah sesungguhnya Olah Manusia seutuhnya, karena ia secara bersamaan mengolah raga dan mengolah jiwa. Bukanlah hal yang tidak penting untuk secara sadar melakukan latihan “berniat” dan “berkonsentrasi” ini, oleh karena orang memang sering lupa untuk “berniat” dalam setiap hendak melakukan sesuatu, apalagi berniat sambil berucap “dengan nama Allah – bismillah” dalam setiap mengawali sesuatu kegiatan adalah sangat-sangat penting bagi kita karena semua kegiatan kita akan menjadi bernilai ibadah.
Demikian pula halnya dengan konsentrasi, yang merupakan hal yang sangat penting untuk menyertai setiap kegiatan yang kita lakukan. Tanpa kemampuan konsentrasi yang tinggi, maka tingkat keberhasilan semua usaha kita akan selalu lebih rendah dari pada bila disertai konsentrasi yang lebih tinggi. Misalnya belajar yang tidak disertai konsentrasi yang tinggi, akan menghasilkan prestasi yang lebih rendah. Orang yang tidak mampu berkonsentrasi dengan baik, akan mudah terganggu dalam hal belajar maupun bekerjanya. Oleh karena itu, niat dan konsentrasi memang memerlukan pelatihan pula dan oleh karena itu pula maka masalah niat dan konsentrasi ini selalu perlu ditekankan pada setiap akan melakukan latihan, yang dilanjutkan dengan mewujudkannya dalam dzikir selama melakukan jurus-jurus maupun dalam waktu-waktu di antaranya. Karena itu adalah memang sangat tepat bila selama latihan para peserta tidak dibenarkan untuk bercakap-cakap, bergurau atau melakukan hal-hal lain yang tidak perlu kecuali untuk menanyakan dan atau mendiskusikan hal-hal yang sifatnya untuk meningkatkan mutu latihan dan mutu hasil latihan itu sendiri.
Satu hal yang harus selalu diingat ialah bahwa segala Ilmu adalah ciptaan Allah dan karena itu berasal dari Allah karena hanya Allah Sang Pencipta itu dan hanya dengan izin Allah pula maka Ilmu itu dapat kita miliki. Oleh karena itu berdzikirlah sekhusyu’ mungkin selama berlatih, oleh karena hanya orang yang dekat dan dipercaya oleh Allah yang akan mendapat izin untuk menggunakan sebagian dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, yang karena itu tidak akan mungkin dikalahkan oleh golongan orang-orang yang menggunakan Ilmu-Nya untuk kemusyrikan. Amin.