Minggu, 11 Maret 2012

fakta unik Indonesia : Warung semur Bu Jengkol?

Semur Jengkol


fakta unik Indonesia :
Di samping sebuah sekolah dasar di lingkungan RW tempatku tinggal, ada warung jajanan anak-anak yang cukup ramai. Terkadang aku suka beli aqua botol kecil dan tissue di warung itu.
Aku tahu dan still yakin, yang punya warung namanya pasti Bu Fatimah. Padahal, kenalan aja belum, kok sudah yakin dan tahu nama aslinya ?
Karena…….ada banner ukuran sedang terpasang rapi di depan warungnya, dan bertuliskan :
“Warung Bu Fatimah, sedia : Pop Ice, Mie Rebus, Kopi, kopi  susu, Es  Teh Manis, dll”.
Lambat laun dengan seiringnya waktu berjalan, ternyata…..aku baru ngeh, kalau warung itu lebih terkenal dengan nama “ Warung Bu Jengkol”.
Kok bisa?
Padahal ibu yang punya warung itu tidak menjual  masakan yang berbahan dasar jengkol, bukan warteg yang ada menu semur jengkol, jengkol balado dan rendang jengkolnya,  bukan warung nasi padang, tidak punya pohon jengkol, buah jengkol dan bukan pula warung nasi uduk?
Atau mungkin, ketika sedang melayani pembeli yang mayoritas anak-anak sekolah dasar, ibu itu sedang makan dan mengunyah jengkol?
Atau mungkin pula, ketika sedang melayani pembeli, dari mulut sang ibu itu keluar aroma jengkol?
Wallahu alam.
Dan akhirnya…..akupun menemukan jawabannya!
Di luar warung anak-anak sekolah dasar itu dengan fasihnya…..saling sahut bersahutan :
    “Jengkol, jengkol… gua pop ice satu dong!”
    “Jengkol, jengkol….kembalian gua mana!’
   “Jengkol, jengkol…es sisri  gua, esnya jangan banyak-banyak ya!”
Dan tak kalah serunya, ibu yang punya warung dan biasa di panggil  Bu Jengkol itupun menyahut dengan suara tenornya khas dan kenceng pula :
    “Hey jengkol, mana uang lu! Belum bayar main pergi aja lu!”
    “Hey jengkol, uang lu kurang nich!”
Ternyata ….tua dan anak-anak sama saja! Ga ada sopan-santunnya! Dan Ga ada lemah lembutnya!
Dan usut punya usut, ternyata Bu Jengkol….eh maaf ….Bu Fatimahlah yang memulai terlebih dulu suasana seperti itu. Karena terbiasa memanggil anak-anak sekolah dasar itu, dengan sebutan jengkol… lambat laun akhirnya sebutan itu berbalik arah terhadap dirinya dan melekat padanya.
Dan orang-orang yang berada disekitarnya, akhirnya hanya tahu nama julukannya serta lupa nama aslinya!
Mungkin saja, ini bisa disebut dengan ghibah!
Kalau saja Bu Fatimahnya ridho dengan sebutan dan julukan barunya itu, tiada persoalan lagi.
Kecuali kalau Bu Fatimahnya tidak ridho, anak-anak sekolah dasar itu, yang suka memanggil-manggil jengkol, jengkol…..berarti secara tidak langsung telah larut dengan berghibah?
Makanya Bu Fatimah ya…… berlakulah dan mencontohkan perilaku serta ucapan yang baik dan santun terhadap anak-anak orang!
Apa ga kasihan dengan anak sendiri, nantinya…ini mah anak bu Jengkol ya?
Kalau anaknya cuek sich ga pa pa, gimana kalau anaknya maluan! Khan kasihan ya !
Sama artinya, jika orang tuanya, atau suaminya atau istrinya atau anaknya berbuat tindak korupsi!
Naudzu billah min dzalik!
Apa ga malu dan ga enak di hati di bawa sampai mati!
“Siapa sich…..Itu lho yang suaminya atau istrinya atau bapaknya atau ibunya atau anaknya yang pernah masuk penjara gara-gara korupsi?”
Di cap di masyarakat, anaknya si koruptor, istrinya sang koruptor, suaminya si koruptor, orang  tuanya si anu yang koruptor, de el el, de el el
Naudzu billah min dzalik! Amit-amit, Jangan sampe kayak gitu….
Jengkol  memang enak bagi yang doyan dan hobby, meski setelah memakan dan mengunyah, aroma khasnya akan menyebar, tapi bisa diakali dengan mengunyah beras.
Korupsi memang mengasyikan bagi yang suka, aromanya kebusukannya akan menyebar jika yang mengetahui belangnya, tidak disogok terlebih dulu!